episode 2
Yauw
Sun Kok adalah seorang laki-laki petualang yang sudah hidup sebatangkara sejak
masih kecil. Kedua orang tuanya telah meninggal dunia karena wabah penyakit
menular yang amat berbahaya di dusunnya dan dalam usia sepuluh tahun dia sudah
hidup sebatang kara dan yatim piatu. Kehidupan yang keras seorang diri ini
menggemblengnya menjadi seorang pemuda yang keras. Namun, dia memang memiliki
kecerdikan sehingga biarpun ketika ayah ibunya meninggal dia baru berusia
sepuluh tahun, namun dia telah memiliki kepandaian membaca dan menulis. Ketika
dia hidup seorang diri, merantau sebatangkara dan menemui banyak kekerasan dan
kesulitan hidup, dia mengerti bahwa dalam kehidupan yang sulit dan serba keras
itu, dia perlu menguasai ilmu silat. Maka, ke manapun dia merantau, dia selalu
berusaha untuk mempelajari ilmu silat dari siapapun.
Akhirnya,
dalam usia lima belas tahun, setelah menguasai beberapa macam ilmu silat, dia
bekerja pada seorang kepala perampok kenamaan di sepanjang Sungai Kuning.
Karena dia setia dan pandai mengambil hati, diapun menjadi murid kepala
perampok itu dan mempelajari ilmu silat dan ilmu.... merampok! Seringkali dia
mewakili gurunya memimpin anak buah untuk merampok atau membajak perahu-perahu
di sungai dan dalam usia dua puluh tahun, dia telah menjadi seorang perampok
yang lihai dan ditakuti. Bukan saja ilmu silatnya cukup lihai, akan tetapi juga
dia masih bersikap seperti orang terpelajar dengan modal sedikit ilmu sastra
yang pernah dipelajari di waktu ayahnya masih hidup. Pakaiannya selalu rapi
dan karena wajahnya tampan, maka banyak wanita yang jatuh hati kepadanya.
Di
antara gadis yang tergila-gila kepadanya adalah puteri kepala perampok itu
sendiri! Gadis puteri kepala perampok itu memang cantik manis, dan segera
terjadilah hubungan akrab di antara mereka. Akan tetapi, kepala perampok itu
tidak setuju kalau puterinya berjodoh dengan Sun Kok yang menjadi pembantunya
dan muridnya pula. Biarpun dia kepala perampok, akan tetapi dia tidak ingin
melihat puterinya menjadi isteri perampok! Dia ingin melihat puterinya menjadi
isteri seorang pejabat tinggi atau seorang hartawan, setidaknya seorang yang
hidup terhormat dan terpandang! Di sini terbukti bahwa setiap orang yang
melakukan penyelewengan dalam hidupnya, sama sekali bukan karena dia tidak
tahu, atau dia menyukai pekerjaan maksiat atau penyelewengan itu! Kalau dia
mampu, tentu saja dia akan menjauhi perbuatan menyeleweng itu! Kalau seorang
pencuri sudah menjadi kaya raya dan terhormat, tak mungkin dia ingin mencuri
lagi! Kepala perampok itupun tidak ingin mempunyai mantu perampok!
Akan
tetapi, hubungan antara Sun Kok dan puteri perampok itu sudah amat jauh dan
mendalam, bahkan puteri kepala perampok itu sudah berulang kali menyerahkan
diri kepada Sun Kok. Sudah berulang kali mereka melakukan hubungan suami isteri
dengan pencurahan kasih sayang. Karena dihalangi oleh orang tua gadis itu,
jalan satu-satunya bagi mereka hanyalah minggat! Sun Kok dan kekasihnya
meninggalkan sarang kepala perampok itu dan gadis itu ketika lari membawa pula
beberapa barang berharga. Dan mulailah mereka berdua hidup sebagai suami
isteri perampok! Mereka jauh meninggalkan sarang kepala perampok di tepi Sungai
Kuning itu dan mereka menjadi perampok di sepanjang perbatasan Propinsi
Hok-kian di timur.
Demikianlah
sedikit riwayat Yauw Sun Kok sampai lima tahun kemudian, ketika dia berusia dua
puluh lima tahun dan menjadi perampok bersama isterinya tercinta, mereka berdua
ketika sedang merampok kereta keluarga bangsawan; mereka bertemu dengan Sie
Kian dan dalam perkelahian, isteri Yauw Sun Kok tewas di tangan Sie Kian! Yauw
Sun Kok yang kematian isterinya, menjadi berduka sekali dan dia mendendam sakit
hati yang hebat terhadap Sie Kian. Kembali dia hidup sebatangkara karena
isterinya belum pernah melahirkan seorang anak. Dengan dandam yang bernyala,
Yauw Sun Kok lalu merantau ke barat. Dia mendengar bahwa Pegunungan Himalaya
merupakan gudang para pertapa yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka ke
sanalah dia pergi, untuk belajar ilmu silat yang lebih tinggi agar kelak dia
dapat membalas dandamnya kepada Sie Kian.
Selama
lima tahun, Yau Sun Kok menghamburkan semua hartanya yang dikumpulkan dari
hasil merampok bersama isterinya, termasuk harta bawaan isterinya, untuk
belajar ilmu silat. Bermacam guru ditemuinya dan diapun berhasil mempelajari
ilmu silat yang lebih tinggi, dan mendapatkan sebatang pedang pusaka yang
disebut Pek-lian-kiam (Pedang Teratai Putih) karena di badan pedang itu
terdapat ukiran setangkai bunga teratai putih dan pedang itu sendiri terbuat
dari baja putih sehingga kalau dimainkan menjadi gulungan sinar putih yang
menyilaukan mata.
Setelah
merasa cukup memiliki ilmu silat yang boleh diandalkan, Yauw Sun Kok lalu
pergi mencari musuh besarnya. Tidak sukar baginya untuk menemukan tempat tinggal
Sie Kian atau Sie Kauwsu yang membuka perguruan silat bayaran di kota Tiong-cin
itu. Dia melakukan penyelidikan dan merasa girang melihat betapa rumah
keluarga Sie berdiri terpencil dan para muridnya tinggal di luar perguruan.
Setelah memperhitungkan masak-masak, dia lalu mengirim surat ancaman itu
dengan mempergunakan senjata rahasia piauwnya dan akhirnya, dia berhasil
membasmi keluarga Sie, dan melarikan dua orang anak musuh besarnya. Sungguh di
luar perhitungannya bahwa dia dapat jatuh cinta kepada Lan Hong, padahal dia
bukahlah seorang yang mata keranjang dan mudah tergila-gila kepada wanita
cantik. Mungkin karena ada persamaan atau kemiripan antara wajah Lien Hong dan
mendiang isterinya, maka dia tertarik sekali.
Setelah
berhasil menaklukan Lan Hong sehingga gadis remaja itu menyerahkan diri
kepadanya, Yauw Sun Kok merasa gembira sekali. Dia maklum bahwa perbuatannya di
Tiong-cin itu akan menimbulkan kegemparan, maka dia lalu melakukan perjalanan
secepatnya menuju ke barat! Dia membawa Lan Song yang telah menjadi isterinya
itu ke Sin-kiang bersama anak kecil itu. Di sebuah kota kecil bernama
Sung-jan, di perbatasan barat Propinsi Sin-kiang, Tauw Sun Kok telah memiliki
sebuah rumah yang lumayan. Di sinilah tempat tinggalnya yang terakhir setelah
menuntut ilmu. Dan di kota ini, namanya sudah mulai terkenal sebagai seorang
yang lihai. Namanya mulai terkenal, karena dia mempunyai hubungan dengan
banyak tokoh kang-ouw di daerah barat. Memang Sun Kok pandai mengambil hati
orang-orang kang-ouw yang berilmu titiggi dan dengan kepandaiannya mengambil
hati ini, dia dapat mempelajari banyak macam ilmu silat.
Setelah
tiba di rumahnya, Sun Kok lalu merayakan pesta pernikahannya dengan Sie Lan
Hong! Meriah juga pesta itu karena selain mengundang orang-orang terkemuka di
kota Sung-jan, juga dia mengundang tokoh-tokoh kang-ouw di daerah barat yang
menjadi kenalannya. Suatu
keanehan terjadi dalam hati Sie Lan Hong. Melihat sikap bekas musuh besar yang
kini menjadi suaminya itu, sikap yang amat baik, penuh dengan kelembutan dan
cinta kasih, penuh kemesraan dan kesabaran, sedikit demi sedikit lenyaplah
kebencian di dalam hati dara remaja ini! Apalagi melihat betapa Sun Kok
bersungguh-sungguh memperisterinya, bukan sekedar main-main dan untuk
mempermainkannya saja. Melihat betapa suaminya itu mengadakan pesta yang meriah
untuk pengesahan pernikahan mereka, timbul perasaan suka di hati gadis ini. Sun
Kok yang berpengalaman itu memang pandai merayu, dan Lan Hong adalah seorang
gadis yang usianya baru lima belas tahun, maka mudah saja dia terbuai dalam
kemesraan dan kenikmatan kasih sayang suaminya. Perlahan-lahan, rasa benci dan
dandam itu lenyap terganti perasaan cinta yang mesra!
Akan
tetapi ada suatu hal yang menggelisahkan hati Yauw Sun Kok. Diapun kini sudah
tidak mendandam lagi kepada keluarga Sie, dan cintanya terhadap Lan Hong yang
sudah menjadi isterinya adalah cinta yang mendalam. Bahkan diapun tidak
membenci Sie Liong, adik isterinya itu. Sebaliknya, dia juga memiliki perasaan
sayang kepada anak itu, di samping perasaan iba mengingat betapa anak itu
sudah tidak mempunyai ayah bunda lagi. Akan tetapi, di samping perasaan sayang
dan iba ini, ada semacam kegelisahan timbul dalam hatinya setiap kali dia
memangku dan menimang Sie Liong. Dalam diri anak ini dia melihat ancaman bahaya
besar! Kalau kelak Sie Liong sudah menjadi seorang dewasa, tentu dia akan
mendangar akan kematian ayah ibunya di tangan kakak iparnya ini, dan tentu
akan terjadi malapetaka! Besar sekali kemungkinannya, Sie Liong kelak akan
mencoba untuk membalas dandam! Dari pihak isterinya, dia tidak khawatir karena
dia dapat merasakan kemesraan dan kasih sayang dari isterinya kepadanya. Akan
tetapi anak ini?
Setahun
kemudian, ketika Sie Liong sudah pandai berjalan, pada suatu hari Sun Kok
mengajaknya ke kebun belakang. Sementara itu Lan Hong menyusui anaknya di dalam
kamar. Satelah menikah setahun lamanya, Lan Hong melahirkan seorang anak
perempuan yang mungil dan diberi nama Yauw Bi Sian. Ketika itu, Bi Sian baru
berusia satu bulan. Sun Kok mengajak Sie Liong ke kebun dan memang anak ini
dekat sekali dengan dia. Sun Kok seringkali menimang dan memondongnya,
seolah-olah adik isterinya itu anak kandungnya sendiri. Dan memang dia tidak
berpura-pura. Ada rasa sayang dan iba kepada Sie Liong.
Akan
tetapi, ketika dia membawa Sie Liong bermain-main di kebun belakang, kembali
dia teringat akan bahaya yang mengangancam dari diri anak ini. Dia tahu bahwa
Sie Liong memiliki tulang yang kuat dan darah yang bersih. Anak ini berbakat
baik sekali untuk kelak menjadi seorang yang gagah perkasa. Kalau kelak anak
ini menjadi seorang pandai, tentu keselamatan dirinya terancam! Wajah anak itu
saja sudah mulai mengingatkan dia akan wajah Sie Kian yang dibunuhnya. Berbeda
dari wajah isterinya yang mirip ibunya. Kelak Sie Liong akan menjadi Sie Kian
kedua yang mungkin saja akan membunuhnya untuk membalas dendam! Mulailah dia
merasa menyesal mengapa dia membunuh dan membasmi keluarga Sie tanpa mengenal
ampun. Pada hari ini dia insyaf, mendiang Sie Kian membunuh isterinya bukan
karena benci atau dendam, melainkan dalam perkelahian yang wajar. Sie Kian
sebagai seorang pendekar membela bangsawan yang dirampoknya, dan dalam
perkelahian itu Sie Kian berhasil mengalahkan dia dan isterinya. Isterinya
tewas dan dia terluka, juga Sie Kian terluka oleh senjata rahasia piauw-nya.
Bagaimanapun
juga, anak ini merupakan ancaman bahaya besar. Betapa mudahnya melenyapkan
ancaman bagiya itu. Sekali menggerakkan tangannya, anak ini akan mati dan
lenyaplah ancaman bahaya itu. Akan tetapi, dia teringat akan sumpahnya kepada
isterinya. Dia telah bersumpah tidak akan membunuh anak ini, dan isterinya
ternyata juga memegang teguh janjinya. Isterinya itu kini menjadi seorang
isteri yang mencinta, mesra dan bahkan telah melahirkan seorang anak
keturunannya! Bagaimana mungkin dia melanggar sumpahnya? Isterinya benar.
Bagaimanapun juga, dia masih memiliki harga diri dan dia tidak akan melanggar
sumpahnya! Dan pula, bagaimana dia tega membunuh anak ini yang sudah
disayangnya pula?
“Ci-hu
(kakak ipar).... ci-hu.... tangkap.... tangkap....!” Tiba-tiba Sie Liong
berseru gembira sambil menunjuk ke arah seekor kupu-kupu kuning yang
beterbangan di antara kembang-kembang yang tumbuh di kebun itu. Yauw Sun Kok memandang anak
itu. Dia tersenyum.
“Kau
tangkaplah sendiri, Sie Liong! Engkau anak pandai, harus mampu monangkap
sendiri kupu-kupu itu.” Sie
Liong dengan gembira berlari-lari mengejar kupu-kupu itu. Akan tetapi kupu-kupu
itu terlampau gesit dan terbangnya terlampau tinggi bagi Sie Liong yang mengejar
terus. Karena selalu melihat ke arah kupu-kupu di atas, ketika berlari-lari
itu, tiba-tiba kaki Sie Liong tersandung batu besar dan diapun tergelincir dan
terguling.
“Dukk!”
ketika terjatuh itu, kepalanya membentur batu dan anak itupun pingsan! Kepalanya
yang kanan dekat pelipis mengeluarkan benjolan berdarah. Sun Kok terkejut dan
cepat dia meloncat menghampiri dan memondong tubuh anak itu, lalu duduk di atas
bangku dan memangkunya. Sie Liong telah pingsan. Ketika dia hendak menyadarkan
anak itu dengan memijat belakang kepalanya, tiba-tiba menyelinap pikiran lain
dalam banaknya. Inilah kesempatan yang amat baik! Dia tidak akan membunuh anak
ini akan tetapi dapat membuatnya menjadi cacat dan dengan cacatnya itu, kelak
dia tidak akan dapat menjadi orang kuat dan terhindarlah dia dari ancaman
balas dandam anak ini! Membuat dia cacat tidak berarti membunuhnya. Dia tldak
melanggar sumpahnya, dan dalam keadaan pingsan begini, anak inipun tidak
merasakan apa-apa! Dan dia akan mengusahakan agar tidak ada bekas-bekas
penganiayaan, dan peristiwa jatuhnya anak ini kelak dapat menjadi alasan
mengapa dia menjadi cacat!
Tanpa
ragu lagi, Sun Kok menelungkupkan tubuh Sie Liong yang pingsan itu, membuka
bajunya, kemudian dengan dua jari tangan kanannya, dia menotok dan memuntir
tiga kali di punggung anak itu! Benar seperti dugaannya, anak yang pingsan itu
tidak kelihatan kesakitan, padahal tiga kali totokan jari dan puntiran itu
telah membuat tulang punggung itu retak dan jaringan syaraf dan ototnya
menjadi hancur! Sun
Kok memondong kembali tubuh itu setelah membereskan pakaiannya, membawanya
pulang ke rumah. Tanda biru menghitam pada punggung itu tentu tidak menimbulkan
kecurigaan. Tak seopun akan menyangba bahwa tanda itu adalah tanda bekas totokan
dan puntiran jari tangannya! Melihat
suaminya memasuki kamar memondong tubuh Sie Liong yang lemas seperti anak
tidur, Lan Hong terkejut. “Ah, ada apakah?” tanyanya, memandang wajah suaminya
dengan khawatir.
“Dia
mengejar kupu-kupu, tersanduag dan terjatuh, kepalanya terbanting ke atas
batu dan dia pingsan,” katanya sambil merebahkan tubuh anak itu ke atas
pembaringan. Lan
Hong sejenak memandang wajah suaminya, penuh dengan kecurigaan dan sepasang
alisnya berkerut. Melihat isterinya memandangnya seperti itu, Sun Kok manghampiri
dan merangkul isterinya.
“Isteriku
yang baik, apakah sampai kini engkau belum juga percaya padaku? Ingat, aku
takkan pernah melupakan sumpahku. Aku tidak akan membunuh Sie Liong! Aku sudah
amat sayang padanya. Bagaimana kini engkau dapat memandang kepadaku dengan
kecurigaan seperti itu?”
Lan
Hong membalas rangkulan suaminya. “Ah, maafkan aku....” dan iapun segera
memeriksa keadaan Sie Liong. Kelihatannya hanya kepala anak itu saja yang
terluka, berdarah dan membenjol. Akan tetapi biarpun mereka berdua telah
berusaha untuk membikin sadar, anak itu tetap saja pingsan. Hal ini membuat Lan
Hong merasa khawatir sekali dan suaminya segera pergi mengundang seorang tabib
yang terkenal pandai di kota Sung-jan itu. Tabib itu seorang peranakan Nepal
dan memamng dia pandai sekali dalam soal pengobatan. Orang berkulit hitam dan
tinggi kurus bersorban putih itu datang membawa keranjang obatnya, dan segera
memeriksa Sie Liong. Tabib itu sudah lama mengenal Yauw Sun Kok yang dikenal di
kota itu sebagai seorang ahli silat yang pandai disamping pekerjaannya sebagai
seorang pedagang rempah-rempah yang cukup maju.
Mula-mula
dia memeriksa keadaan kepala yang benjol itu, ditunggui dengan penuh
kekhawatiran oleh Lan Hong yang memondong puterinya dan suaminya. Tabib itu
mengangguk-angguk. “Hanya luka di luar, tidak berbahaya dengan kepala ini.
Hemm, kenapa dia belum juga siuman? Tentu ada luka lain. Biar kuperiksa
tubuhnya.”
Dia
lalu membuka pakaian anak itu, dibantu oleh Sun Kok. Ia sama sekali tidak
merasa khawatir. Seorang tabib yang pandai seperti orang Nepal ini tentu akan
dapat menemukan luka di punggung itu, akan tetapi tak mungkin akan tahu bahwa
itu disebabkan oleh totokan jari tangan dan akan mengira bahwa punggung itupun
terpukul benda keras.
Dugaannya
memang benar. Setelah memeriksa seluruh tubuh, akhirnya tabib itu menemukan
tanda menghitam di tulang pungung. “Ahh, inilah yang menyebabkan dia pingsan
terus! Punggungnya terluka, dan luka ini lebih hebat dari pada luka di
kepalanya!”
Dia
memeriksa dengan teliti, lalu mengerutkan alisnya, manggeleng-geleng kepalanya
dan menarik napas panjang. “Bagaimanakah
keadaannya, Sin-she (Tabib)?” tanya Lan Hong khawatir melihat muka orang Nepal
itu.
“Tidak
baik.... sungguh tidak baik....! Luka di punggung ini hebat sekali. Agaknya
tulang punggung ini retak, dan otot-ototnya juga terluka parah....”
“Aihh!
Bagaimana hal itu dapat terjadi? Dan.... dan.... apakah dia dapat disembuhkan,
Sin-she?” tanya pula Lan Hong sambil memandang suaminya. Sun Kok mengangguk-angguk.
“Aku
hanya melihat ada batu besar di bawahnya ketika dia jatuh. Karena yang nampak
hanya kepalanya yang membenjol dan berdarah, kusangka hanya itu saja lukanya.
Tentu punggunguya terbanting pada batu yang menonjol sehingga seperti
terpukul.”
Tabib
itu mengangguk-angguk. “Agaknya begitulah. Akan tetapi jangan khawatir, dia masih
kecil sehingga luka parah itu tidak akan merenggut nyawanya, walaupun aku
khawatir sekali....” Melihat
tabib itu nampak ragu, Lan Hong bertanya cemas, “Khawatir apa, Sin-she?
Katakanlah, apa yang akan terjadi dengan adikku?”
“Dia
akan dapat disembuhkan, oleh obatku dan oleh kekuatan tubuhnya sendiri yang
masih murni. Akan tetapi tulang punggungnya itu akan tidak normal
pertumbuhannya dan aku khawatir kelak dia akan menjadi seorang yang bongkok.”
“Ahh....!”
Lan Hong menutupi mukanya dengan tangan, ngeri membayangkan adiknya menjadi seorang
yang bongkok punggungnya. Tangan
suaminya menyentuh pundaknya dengan lembut.
“Tidak perlu berduka. Biar cacat, biar
bongkok asal sehat, bukankah begitu? Yang penting Sie Liong dapat sembuh dan
sehat kembali.”
Sie
Liong mendapat perawatan baik-baik dan tepat seperti keterangan tabib pandai
itu, Sie Liong dapat sembuh, akan tetapi pertumbuhan tulang punggungnya tidak
normal. Dua tahun kemudian sudah nampak betapa punggungnya bongkok dan ada
punuk di punggungnya seperti punggung onta. Dan Yauw Sun Kok diam-diam
tersenyum seorang diri, merasa lega dan aman sekarang. Seorang bocah yang
bongkok punggungnya, bagaimanapun juga tidak mungkin akan dapat menjadi
seorang yang perlu ditakuti. Rasa takut dapat membuat orang menjadi curang dan
kejam sekali. Sun Kok melakukan kekejaman itu kepada seorang anak kecil yang
sebetulnya sudah mulai disayangnya karena dia takut membayangkan betapa Sie
Liong kelak akan mengetahui tentang kedua orang tuanya yang dibunuhnya,
kemudian anak itu akan membalas dendam kepadanya.
Sie
Lan Hong juga bukan seorang wanita yang bodoh. Biarpun suaminya memberi
keterangan bahwa Sie Liong terjatuh menimpa batu ketika mengejar kupu-kupu,
dan ketika Sie Liong telah sadar anak itupun dapat bercerita sedikit-sedikit
bahwa kupunya nakal, bahwa dia terjatuh ketika mengejar kupu-kupu, namun
diam-diam Lan Hong menaruh perasaan curiga kepada suaminya. Ia tahu bahwa
suaminya itu, bagaimanapun juga, masih merasa khawatir kalau-kalau Sie Liong
kelak akan mengetahui akan kematian orang tuanya lalu anak itu akan membalas
dendam kepadanya. Ia meraga curiga apakah jatuhnya adiknya itu bukan disengaja
dan dibuat oleh suaminya! Akan tetapi ia sudah terlalu mencinta suaminya,
apalagi kini mereka telah mempunyai seorang anak. Dan andaikata benar ada unsur
kesengajaan dari suaminya yang menyebabkan adiknya terjatuh dan menjadi cacat,
tetap saja suaminya tidak melanggar sumpahnya. Suaminya pernah bersumpah tidak
akan membunuh Sie Liong! Dan membuatnya cacat bukanlah pembunuhan. Maka,
khawatir kalau ia menuduh tanpa bukti hanya akan merenggangkan kasih sayang
antara ia dan suaminya, Lan Hong diam saja dan menahan itu di dalam hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TULIS IDENTITAS KALIAN DENGAN LENGKAP